BAB
1
Pengertian
Hukum dan Hukum Ekonomi
Pengertian
Hukum
Hukum
atau ilmu hukum
adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas
melalui lembaga atau institusi hukum.
- Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. - Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar. - J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH:
Hukum
adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh
badan-badan resmi yang berwajib.
- Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum
adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk
memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
- Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum
adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu
Negara.
- Plato
Hukum
merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang
mengikat masyarakat.
- Aristoteles
Hukum
hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat
tetapi juga hakim.
Jadi
kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di
atas dapat kiranya disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah
menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan
masalah-masalah.
Tujuan
Hukum Ekonomi dan Sumber – sumber Hukum:
- Untuk menjamin berfungsinya mekanisme pasar secara efisien dan lancar
- Untuk melindungi berbagai jenis usaha, khususnya jenis Usaha Kecil Menengah (UKM)
- Untuk membantu memperbaiki system keuangan dan system perbankan
- Memberikan perlindungan terhadap pelaku ekonomi
- Mampu memajukan kesejahteraan umum
Pada
umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas
dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar
tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap
perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang
sedang berlaku.
Sumber
Hukum
ialah segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni
aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas
dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
•
Sumber
hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara. Perundang-undangan dalam hal ini meliputi undang-undang peninggalan Hindia Belanda di Indonesia pada masa lampau, namun masih dianggap berlaku dan sah hingga saat ini berdasarkan atas peralihan UUD 1945, misalya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Selain itu juga perundang-undangan yang termaktub mengenai perusahaan di Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang terus dilaksanakan dan dikembangkan hingga saat ini
- Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
- Traktat (Treaty)
- Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
Kodifikasi
hukum
Adalah
pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap.
Ditinjau
dari segi bentuknya,
hukum dapat dibedakan atas :
-
Hukum Tertulis (statute
law, written law),
yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan, dan
-
Hukum Tak Tertulis (unstatutery
law, unwritten law),
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan
(hukum kebiasaan).
Menurut
teori ada 2 macam kodifikasi hukum,
yaitu:
-
Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
- Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Norma
hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,
misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta
memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat
peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi
denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Norma
sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam
suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu
Pengertian
ekonomi dan hukum ekonomi
Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan
alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu
kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
Hukum
ekonomi adalah suatu
hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari
dalam masyarakat.
Hukum
ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh
hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Demikianlah
penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua
mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata ..
Sumber
:
-
http://paskalinaani.wordpress.com/2012/03/31/pengertian-hukum-hukum-ekonomi/
-
http://agusnuramin.wordpress.com/2012/03/11/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi/
BAB
II
Subjek
dan Objek Hukum
- Subjek Hukum
Subjek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban
untuk bertindak dalam hukum.
Terdiri dari orang dan badan
hukum.
Subjek
hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
- Subjek hukum Manusia
Adalah
setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak
dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai
sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada
juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena
tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
Pasal
1 KUH perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak
bergantung pada hak-hak kenegaraa. Pasal 2 KUH Perdata bahwa anak
yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan
bila kepentingan si anak menghendakinya dan apabila si anak itu mati
sewaktu dilahirkan dianggap ia tidak pernah ada. Sebagai Negara
hukum, Negara Indonesia mengakui setiap orang sebagai manusia
terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui sebagai
subjek hukum oleh undang-undang.
Pasal 27 UUD
1945 menetapkan setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di
dalam hukum serta pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Oleh
karena itu dalam hukum dapat dibedakan dari segi perbuatan hukum
1. Cakap
melakukan perbuatan hukum. Orang dewasa menurut hukum (telah berusia
21 tahun) dan berakal sehat
2.
Tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan pasal 1330 KUH
perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian :
- orang-orang yang belum dewasa
- orang yang ditaruh dibawah pengampunan, yang terjadi karena gangguanJiwa, pemabuk dfan pemboros
- wanita yang dalam perkawinan/berstatus sebagai istri.
Badan
Usaha
Badan
usaha merupakan kesatuan yuridis dan ekonomis atau kesatuan
organisasi yang terdiri dari faktor-faktor produksi yang bertujuan
mencari keuntungan. Badan usaha adalah rumah tangga ekonomi yang
bertujuan mencari laba dengan faktor-faktor produksi.
Untuk
mendirikan badan usaha, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Barang dan jasa yang akan diperdagangkan
b.
Pemasaran barang dan jasa yang diperdagangkan
c.
Penentuan harga pokok dan harga jual barang dan jasa yang
diperdagangkan
d.
Pembelian
e.
Kebutuhan tenaga kerja
f.
Organisasai intern
g.
Pembelanjaan
h.
Jenis badan usaha yang dipilih
Pemilihan
atas suatu jenis badan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain
a.
Tipe usahanya: perkebunan, perdagangan, atau industri
b.
Luas operasinya atau jangkauan pemasaran yang hendak dicapai
c.
Modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha
d.
Sistem pengawasan yang dikehendaki
e.
Tinggi rendahnya resiko yang dihadapi
f.
Jangka waktu ijin operasional yang diberikan pemerintah
g.
Keuntungan yang direncanakan
Dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan yang jelas antara
perusahaan dengan badan usaha, yaitu:
a.
Perusahaan menghasilkan barang atau jasa, sedangkan Badan Usaha
menghasilkan keuntungan atau sebaliknya mendatangkan kerugian
b.
Perusahaan adalah alat badan usaha yang dapat berupa bengkel, pabrik,
kedai, toko, kantor, dan sebagainya, sedangkan Badan Usaha merupakan
kesatuan organisasi yang dapat berupa Firma (Fa), Perseroan
Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan lain-lain.
c.
Perusahaan merupakan alat badan usaha untuk mencari keuntungan,
sedangkan badan usaha itu sebagai kesatuan yuridis dan ekonomi yang
bertujuan mencari keuntungan.
- Objek Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan
dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda
ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia
memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan
prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran
pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban
subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut
menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak
termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi
tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat
diperoleh secara bebas.
Akibatnya,
dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah
akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan
sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah
pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau
saluran-saluran air.
Untuk
memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan
pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan
selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya
terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya
diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran
imbalan, dan sebagainya.
Benda
bergerak dapat dibedakan menjadi :
a. Benda
bergerak karena sifatnya, yaitu benda yang dapat dipindahkan
b.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, yaitu hak atas benda
bergerak misalnya saham PT.
3.
Barang yang dapat dipakai habis dan barang-barang yang dipakai tidak
habis
4.
Barang-barang yang sudah ada dan yang masih aka nada.
5.
Barang-barang uang dalam perdagangan dan yang diluar perdagangan
6.
Brang-barang yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Pembedaan
antara benda bergerak dan tidak bergerak berhubungan 4 hal yaitu:
1. Bezit
(pemilikan), berlaku asa yang tercantum dalam Pasal 1977 KUHP
sedangkan benda tidak bergerak tidak.
2.
Levering (penyerahan), dapat dilakukan penyerahan secara nyata.
3.
Verjaring (kadarluarwarsa), ada kadarluawarsanya sedang tidak
bergerak tidak.
4. Bezwaring
(pembebanan), dilakuykan dengan pand (gadai), sedangkan tidak
bergerak tidak.
Secara
garis besar benda terbagi dalam dua :
1. Benda
yang bersifat kebendaan, yaitu benda yang sifatnya dapat dilihat,
diraba dan dirasakan
2. Benda
yang bersifat tidak kebendaan yaitu suatu benda yang hanya dirasakan
oleh panca indra saja.
Benda
tidak bergerak Dapat dibedakan menjadi :
a.
Benda tidak bergerak karena sifatnya, misalnya pohon, arca, dan
patung.
b.
Benda tidak bergerak karena tujuannya, yaitu alat-alat yang dipakai
dalam pabrik.
c. Benda
tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, berwujud atas
benda-benda yang tidak tidak bergerak. Misak hipotik.
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (Hak Jaminan)
Merupakan
hak yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya
untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila
debitor melakukan wanprestasi. Macam-macam hak jaminan :
a. Jaminan
Umum
Diatur
pasal 1131 KUHP : segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang
aka nada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutang dibuatnya.
Pasal
1132 KHUP : harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara
bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya.
Benda
yang dapat dijadikan jaminan :
1.
Berda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
2.
Benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
b.
Jaminan Khusus
merupakan
jaminan yang diberikan hak khusus, misalnya :
- Gadai
Pasal
1150 : gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang
bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor untuk menjamin suatu
hutang.
Sifat-sifat
gadai :
1.
Gadai adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud.
2.
Gadai bersifat accsoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian
pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai
membayar hutangnya kembali.
3.
Adanya sifat kebendaan
4.
Syarat inbezitztelling, artinya benda gadai harus ke luar dari
kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi
gadai kepada pemegang gadai.
5.
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri
6.
Hak preferensi (hak untuk didahulukan), sesuai dengan pasal 1130 jo
pasal 1150 KUHP
7.
Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai tidak
akan menjadi hapus dengan membayarnya sebgaian dari hutang.
Hak
pemegang gadai :
1.
Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas
kekuasaan sendiri.
2.
Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa
biaya-biaya yang telah dikeluarkan utnuk menyelamatkan benda gadai.
3.
Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi)
sampai ada pelunasan hutang dari debitur
4.
Pemegang gadai mempunyai hak preferensi (hak untuk didahulukan) dari
kreditur-kreditur yang lain.
5.
Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
6.
Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Kewajiban-kewajiban
pemegang gadai :
1.
Pasal 1157 ayat 1 KUHP, pemegang gadai bertanggung jawab atas
hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan
2.
Pasal 1156 KUHP ayat 2, kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai
jika barang gadai dijual
3.
Pasal 1159 ayat 1 KUHP, bertanggung jawab terhadap hasil penjualan
barang gadai
4.
Kewajiban untuk mengembalikan benda gadai jika debitor melunasi
hutangnya
5.
Kewajiban untuk memelihara benda gadai.
Hapusnya
gadai :
1.
Hapusnya perjanjian pokok
2.
Karena musnahnya benda gadai
3.
Karena pelaksana eksekusi
4.
Karena pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5.
Karena pemegang gadai telah kehilangan kekuasanaan atas benda gadai
6.
Karena penyalahgunaan benda gadai
Sumber:
-
http://www.slideshare.net/LiscaArdiwinata/subjek-dan-objek-hukum-12000696
BAB
III
Hukum
Perdata
Hukum
Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratanEropa (civil
law)
dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum
privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo
Sakson (common
law)
tidak dikenal pembagian semacam ini.
Sejarah
Hukum Perdata di Indonesia
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang
disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat
yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code
de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari
Perancis (1813)
Pada
Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum
Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun
sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat
sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua
kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh
karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
- BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi
ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari
Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam
bahasa nasional Belanda
Pengertian
& Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Hukum
perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh
Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata baratBelandayang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan
biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut
berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya
mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.you
Kondisi
Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini
ada 2 faktor yaitu:
- Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor Hostia Yuridisyang
dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Sistematika
Hukum Perdata Di indonesia
Sistematika
Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian
yaitu:
1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia
sebagai pendukung hak
dan kewajiban
(subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan
hukum,tempat
tinggal(domisili)dan
sebagainya.
2.
Hukum Keluarga (familierecht)
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul
karena hubungan
keluarga /
kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan
anak, perwalian,
curatele, dan
sebagainya.
3.
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang
dalam lapangan harta
kekayaan seperti
perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4.
Hukum Waris(erfrecht)
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta
kekayaan seseorang yang
telah meninggal
dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari
orang yang
meninggal
dunia kepada orang yang masih hidup.
Sumber:
BAB IV
Hukum Perikatan
Pengertian
Hukum Perikatan
- Menurut Hofmann :
Suatu
hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum
sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa prang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian
itu
- Menurut Pitlo :
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara
2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur)
dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
- Menurut Subekti :
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu
Perikatan
didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan harta kekayaan
antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas
suatu prestasi
Perikatan dalam
bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini
lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan
dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap
orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat
berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa,
misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa
keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh
pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan
diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi
antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan,
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak
atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum
dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum
dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga
terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal
law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana
juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan
pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu
prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa
pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian
tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah
suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat
dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk
mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya
suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan
perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu
perjanjian. Di dalam hukum perikatan,
terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka
adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada
perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur
dengan undang-undang atau tidak, inilah
yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan
berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan
ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan
perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang
dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah
disepakati dalam perjanjian
Dasar Hukum
Perikatan
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah
sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang
berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal
1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang,
timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge
van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi
karena undang-undang semata. Perikatan yang timbul dari undang-undang
saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada
dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara
orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai
hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan
yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah
dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu :
kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan
wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran,
putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi
karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige
daad)
dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Azas-azas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam
hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut
azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
· Asas Kebebasan
Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338
KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang
dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
· Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu
lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai
hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP
Perdata.
Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat
antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan
perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk
Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian,
artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah
dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu
Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap
pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.
4. Suatu sebab yang
Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul
apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
- Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
- Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan
tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH
Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
- Peralihan Risiko
Peralihan risiko
adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa
di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa
hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah
sebagai berikut :
Pembaharuan utang
(inovatie)
Novasi adalah suatu
persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat
yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai
pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam
novasi yaitu :
1) Novasi obyektif,
dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif
pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain.
Perjumpaan utang
(kompensasi)
Kompensasi adalah
salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan,
dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang
lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu
pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut
dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka
itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal
1425 KUH Perdata). Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari
B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang
tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih
mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi
undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang
tersebut :
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
– Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
- Berpokok sejumlah
barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat
dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
- Kedua-keduanya
dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Pembebasan utang
Undang-undang tidak
memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur
melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara
lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa
pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada
debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma-
Cuma.
Menurut pasal 1439
KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli
secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan
utangnya.
Dengan pembebasan
utang maka perikatan menjadi hapus. Jika pembebasan utang dilakukan
oleh seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, atau karena
ada paksaan, kekeliruan atau penipuan, maka dapat dituntut
pembatalan. Pasal 1442 menentukan : (1) pembebasan utang yang
diberikan kepada debitur utama, membebaskan para penanggung utang,
(2) pembebasan utang yang diberikan kepada penanggung utang, tidak
membebaskan debitur utama, (3) pembebasan yang diberikan kepada salah
seorang penanggung utang, tidak membebaskan penanggung lainnya.
Musnahnya barang
yang terutang
Apabila benda yang
menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan
memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan
pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut
Pasal 1444 KUH Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan
yang demikian itu hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau
hilang diluar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
Ketentuan ini berpokok pangkal pada Pasal 1237 KUH Perdata menyatakan
bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan
tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilakukan adalah atas
tenggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkannya maka
semenjak kelalaian-kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kebatalan dan
pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini
dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat
dibatalkan.
Disebut batal demi
hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya
persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau
hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum
berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap
tidak pernah terjadi. Contoh : A menghadiahkan rumah kepada B dengan
akta dibawah tangan, maka B tidak menjadi pemilik, karena perbuatan
hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dapat dibatalkan, baru
mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan perbuatan
tersebut. Sebelu ada putusan, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap
berlaku. Contoh : A seorang tidak cakap untuk membuat perikatan telah
menjual dan menyerahkan rumahnya kepada B dan kerenanya B menjadi
pemilik. Akan tetapi kedudukan B belumlah pasti karena wali dari A
atau A sendiri setelah cukup umur dapat mengajukan kepada hakim agar
jual beli dan penyerahannya dibatalkan. Undang-undang menentukan
bahwa perbuata hukum adalah batal demi hukum jika terjadi pelanggaran
terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban
umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi
ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan,
jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya
sendiri.
- Syarat yang membatalkan
Yang dimaksud dengan
syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh
kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan
itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut
”syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut,
yaitu sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan
dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan. Lain
halnya dengan syarat batal yang dimaksudkan sebagai ketentuan isi
perikatan, di sini justru dipenuhinya syarat batal itu, perjanjian
menjadi batal dalam arti berakhir atau berhenti atau hapus. Tetapi
akibatnya tidak sama dengan syarat batal yang bersifat obyektif.
Dipenuhinya syarat batal, perikatan menjadi batal, dan pemulihan
tidak berlaku surut, melainkan hanya terbatas pada sejak dipenuhinya
syarat itu.
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan
Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau
waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka
perikatan hapus.
Dari ketentuan Pasal
tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
(1). Lampau waktu
untuk memperolah hak milik atas suatu barang, disebut
”acquisitive
prescription”;
(2). Lampau waktu
untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan
dari
tuntutan, disebut
”extinctive prescription”; Istilah ”lampau waktu” adalah
terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda ”verjaring”.
Ada juga terjemaha lain yaitu ”daluwarsa”. Kedua istilah
terjemahan tersebut dapat dipakai, hanya saja istilah daluwarsa lebih
singkat dan praktis.
Sumber:
-
http://bachtiarseptiyadi.blogspot.com/2012/05/hukum-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar